Jakarta, 28/9/18 (SOLUSSInews) – Ya, lebih lima dekade kita sepertinya menganggap tambang emas Freeport di Tanah Papua itu sebagai sesuatu yang intouchable.
Kini situasi itu berubah. Sebab, sesudah beberapa dekade dikuasai penuh pihak asing, barulah di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo berhasil meraih kepemilikan saham terbesar di PT Feeport Indonesia.
Seperti jadi pemberitaan berbagai media nasional bahkan internasional, sejak kemarin, PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) Kamis (27/9/18) sore menandatangani Sales and Purchase Agreement dengan Freeport McMoran selaku induk usaha PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kementerian ESDM.
Artinya, dengan kesepakatan sore kemarin, Indonesia resmi memiliki 51 persen saham PTFI atau menjadi pemegang saham mayoritas.
“Ini sudah selesai, selebihnya tinggal masalah administrasi saja,” kata Menteri ESDM, Ignasius Jonan usai menjadi saksi penandatanganan kesepakatan tersebut.
Dalam kesepakatan ini turut hadir Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin serta Direktur Freeport McMoran, Richard Adkerson.
Penandatanganan ini disaksikan oleh Jonan, Menteri BUMN Rini Soemarno, serta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
]
Kesepakatan kali ini merupakan turunan dari kesepakatan pokok divestasi saham yang dilakukan induk usaha PTFI, Freeport McMoran Incorporated (FCX) dengan pemerintah pada 12 Juli 2018 lalu.
Jauh sebelum itu, demikian dilansir KOMPAS.com,tepatnya pada Agustus 2017, terlebih dahulu dilakukan kesepakatan pokok atau Head of Agreement (HoA) antara FCX dengan pemerintah, yang diuraikan ke dalam empat poin.
Pertama, mengubah izin PTFI dari Kontrak Karya (KK) jadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan sekaligus memberi hak operasi hingga tahun 2041.
Kedua, pemerintah menjamin kepastian fiskal dan hukum selama jangka waktu IUPK berlaku.
Ketiga, PTFI berkomitmen membangun smelter baru di Indonesia dalam jangka waktu lima tahun.
Keempat dan yang terakhir, FCX setuju divestasi kepemilikan di PTFI berdasarkan harga pasar yang wajar sehingga kepemilikan Indonesia atas PTFI jadi 51 persen.
Dari pokok divestasi saham itu, disepakati juga nominal pembayaran yang harus dilakukan untuk mencaplok 51 persen saham di PTFI sebesar 3,85 miliar dollar AS. Pembayaran dilakukan oleh Inalum sebagai induk holding BUMN pertambangan Indonesia.
Uang 3,85 miliar dollar AS itu dipakai untuk membeli hak partisipasi atau Participating Interest Rio Tinto dan 100 persen saham FCX di PT Indocopper Investama. ‘Participating Interest Rio Tinto’ di PTFI sebesar 40 persen, sedangkan saham Indocopper 9,36 persen.
Dari 40 persen ‘Participating Interest Rio Tinto’ akan dikonversi jadi saham yang kemudian ditambah dengan bagian saham Indocopper hingga Inalum bisa dapat 51 persen. Dalam menghimpun dana 3,85 miliar dollar AS, Inalum dibantu oleh sejumlah bank untuk pendanaannya.
Amerika dukung kebijakan Jokowi
Sementara itu, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Joseph R Donovan Jr mendukung kebijakan Presiden Indonesia Joko Widodo terkait divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen.
Donovan mengatakan, apa yang telah dikehendaki oleh Presiden Jokowi mengenai divestasi perusahaan Amerika tersebut merupakan solusi yang saling menguntungkan semua pihak termasuk pemilik saham Freeport.
“Presiden Joko Widodo telah menyerukan solusi yang saling menguntungkan kepada masyarakat Papua, masyarakat Indonesia, dan pemilik saham Freeport. Dan saya sangat setuju dengan seruan tersebut,” kata Donovan,di Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Senin (24/9/18) lalu.
Disebutnya, banyak perusahaan di Amerika yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia secara keseluruhan maupun di Papua secara khusus.
Namun, hal tersebut juga tergantung dari Pemerintah Indonesia yang bisa menciptakan lingkungan yang baik sehingga perusahaan-perusahaan itu bisa mendapat keuntungan yang sesuai.
Selain itu, kepastian kontrak bagi perusahaan-perusahaan Amerika di Indonesia harus konsisten dan peraturan yang adil. Jika ada perubahan maka dilakukan dengan cara yang transparan.
“Kalau pemerintah Indonesia bertindak adil terhadap perusahaan-perusahaan Amerika yang sudah ada di sini, maka tentu banyak perusahaan Amerika lainnya turut berinvestasi di sini. Perusahaan-perusahaan Amerika yang ada di Indonesia saat ini menetukan apakah perusahaan lain datang atau tidak,” demikian Joseph R Donovan Jr. (S-KC/jr — foto ilustrasi istimewa)