Jakarta, 22/1/19 (SOLUSSInews) – Saat ini, ekonomi Indonesia kebih tahan banting. Padahal faktor tekanan eksternalnya lebih banyak, ditambah perang dagang AS dengan negara mitra. Hal ini juga berdampak ke pelemahan nilai Rupiah terhadap dollar AS.
Untungnya, (tim ekonomi) Pemerintah (di bawah pimpinan Presiden Jokowi) bergerak cepat untuk mengatasi masalah tersebut melalui berbagai kebijakan. Ia berpendapat, yang dilakukan Pemerintah sampai defisit (APBN 2018) hanya 1,76 persen itu luar biasa sekali.
Demikian pernilaian mantan Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri.
Dia menganggap tekanan eksternal terhadap perekonomian Indonesia jauh lebih besar daripada saat dia menjabat dulu tahun 2013.
Saat itu, penyebab gejolak ekonomi ialah rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral. Padahal, saat itu baru wacana, belum ada kenaiman.
“Kalau taruh di bank nanti nasabah mempertimbangkan mana yang kasih bunga timggi. Kalau AS mau naikkan, pada pindah ke sana,” ujar Chatib di Jakarta, Selasa (22/1/19).
Selain itu, ketika itu harga minyak dunia juga tinggi sekitar 100 dollar AS per barel. Untuk menekan defisit, pemerintah terpaksa menaikkan harga bahan bakar minyak. Pertumbuhan ekonomi pun turun dari 6,1 persen menjadi 5,8 persen.
Lebih tahan banting
Dibandingkan dengan kondisi saat ini, Chatib menilai Indonesia lebih tahan banting. Padahal faktor tekanan eksternalnya lebih banyak, ditambah perang dagang AS dengan negara mitra. Hal ini juga berdampak ke pelemahan nilai Rupiah terhadap dollar AS.
“Ditambah ketidakpastian akibat kebijakan Trump. Secara personal saya melihat 2018 tahun yang berat sekali,” kata Chatib.
Untungnya, demikian Chatib, Pemerintah bergerak cepat untuk mengatasi masalah tersebut melalui berbagai kebijakan. Salah satunya dengan menaikkan suku bunga Bank Indonesia hingga tujuh kali selama 2018 sebagai reaksi pelemahan nilai tukar.
“Saya mesti bilang, seandainya fiskal telat disesuaikan, tidak ada langkah cepat, Rupiah kita masih bisa leboh dari Rp15.200,” ungkap Chatib, seperti dilansir ‘Kompas.com’.
Di tengah kondisi tersebut, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di atas lima persen dan menjaga inflasi di level tiga persen.
“Yang dilakukan Pemerintah sampai defisit (APBN 2018) hanya 1,76 persen itu luar biasa sekali,” kata Chatib Basri. (S-KC/jr)