Jakarta, 19/6/19 (SOLUSSInews) – Di tengah tidak turun-turunnya tarif tiket pesawat, Pemerintah berencana mengizinkan maskapai penerbangan asing untuk menjelajahi Indonesia.
Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo agar persaingan industri penerbangan makin sehat. Dan juga untuk menekan harga tiket yang selama ini dinilai terlalu mahal.
Namun, menurut pengamat penerbangan sekaligus anggota Ombudsman RI Alvin Lie, membuka pintu untuk maskapai asing masuk Indonesia tidak akan menjadi solusi atas persoalan mahalnya harga tiket.
“Dengan menggunakan jenis pesawat yang sama dan juga kru atau pilot dari negara yang sama, menurut saya akan sulit bagi maskapai penerbangan asing untuk melakukan penghematan yang bisa memengaruhi harga tiket.,” katanya
Apalagi, menurutnya, harga tiket yang berlaku saat ini juga tidak lebih mahal dibandingkan sebelumnya.
“Harga tiket pesawat yang berlaku saat ini sebetulnya tidak lebih mahal. Aturan Tarif Batas Atas (TBA) kan sudah berlaku sejak 2014 dan sampai saat ini belum pernah ada yang melanggar. Tetapi memang menjadi terasa lebih mahal karena sekarang ini harganya tidak fleksibel,” kata Alvin Lie, di Jakarta, Rabu (19/6/19).
Terasa lebih mahal
Meskipun Kementerian Perhubungan (Kemhub) telah menurunkan tarif batas atas sebesar 12-16 persen, menurut Alvin, keputusan tersebut justru membuat harga tiket menjadi terasa lebih mahal.
“Sebelum ini kan harga tiketnya sangat fleksibel. Bisa tinggi mendekati tarif batas atas saat permintaan naik, bisa juga turun mendekati tarif batas bawah saat sedang sepi. Tetapi sekarang ini maskapai tidak melakukan subsidi silang lagi. Harga tiketnya tidak lagi fleksibel dan cenderung mendekati tarif batas atas terus. Saat sepi, kok harganya tidak turun-turun. Ini yang membuat masyarakat menilai kalau harga tiketnya lebih mahal. Semakin tarif batas atasnya diturunkan, semakin tipis laba yang didapatkan airlines, sebetulnya makin kecil kemungkinan maskapai untuk menurunkan harga tiket,” beber Alvin.
Apabila kondisi industri transportasi udara di Indonesia menguntungkan, menurut Alvin, tanpa diundang pun maskapai penerbangan asing akan masuk ke Indonesia.
Tetapi faktanya, tidak ada maskapai asing selain AirAsia yang masuk. Bahkan dalam 10 tahun terakhir, justru pemain-pemain lama malah bertumbangan. “Kalau industri transportasi udara kita menguntungkan, sudah dari kemarin-kemarin mereka (maskapai asing) masuk,” tambahnya, seperti dilansir BeritaSatu.com.
Hanya satu opsi
Hal senada juga diungkapkan Presiden Direktur Aviatory Indonesia, Ziva Narendra Arifin.
Dikatakannya, membuka pintu bagi maskapai asing hanya menjadi salah satu opsi, bukan solusi. Apalagi maskapai asing juga belum tentu tertarik dengan rute domestik di Indonesia, kecuali untuk destinasi favorit dan potensial, misalnya tempat wisata seperti Denpasar Bali.
Selain itu, harga tiket pesawat saat ini juga menjadi masalah di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia.
“Harga tiket ini kan istilahnya persaingan market, berdasarkan fix cost dan variable cost yang sudah kita tahu semua. Semua airlines punya variable cost yang melibatkan pihak-pihak ketiga. Kita juga musti menyadari bahwa airlines saat ini dalam kondisi berat. Bukan hanya di Indonesia, di global pun juga berat. Masalah harga minyak, gas bumi, avtur (mahal) ini bukan hanya di Indonesia, walaupun di Asia Tenggara Indonesia termasuk yang paling mahal,” kata Ziva.
Tetapi, Ziva sependapat, kalau membuka pintu untuk maskapai penerbangan asing ini bisa menjadi opsi atau pilihan.
“Saya percaya, semakin banyak pemain, semakin menarik permainannya, semakin kita menjauh dari dominasi. Kalau duopoli atau oligopoli adalah sesuatu yang dibentuk, tentu itu tidak sehat,” tuturnya.
Tetapi, lanjutnya, kalau itu terjadi, karena akibat seleksi alam, dan dengan duopoli dan pligopoli, pangsa pasarnya terlayani, why not? Di Australia dan Jepang merupakan contohnya.
“Tetapi kalau dominasinya hanya menguasai 60 persen pangsa pasar atau kurang, sementara 40 persen tidak terlayani, artinya kondisi ini tidak berjalan sehat. Berarti kita butuh banyak pemain-pemain lagi. Jadi saya percaya makin banyak pemain akan makin menarik. Apalagi kalau kita lihat 10-15 tahun lalu jumlah airlines-nya juga lebih banyak,” demikian Zika Narendra Arifin. (S-BS/jr)