Jakarta, 12/9/19 (SOLUSSInews) – Pihak Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ‘berang’ dan menanggapi konferensi pers yang disampaikan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang bersama Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari. Sebab, keduanya menyebut Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Firli Bahuri melanggar etik berat saat menjabat Deputi Penindakan KPK.
Wakil Ketua Pansel Capim KPK, yang juga Guru Besar Hukum Pidana, Indriyanto Seno Adji merasa perlu meluruskan pernyataan Saut dan Tsani tersebut, karena menyangkut nama Firli, salah satu dari 10 Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) yang dipilih Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK untuk mengikuti fit and proper test di DPR.
“Saya sebagai bentuk tanggungjawab Pansel kepada publik terkait 10 nama Capim, perlu memberikan dan meluruskan pernyataan yang menyesatkan tersebur (misleading statement) karena permasalahan ini menjadi domain Pansel di ruang publik yabg telah memberikan keputusan meloloskan 10 nama Capim, termasuk saudara FB (Firli Bahuri),” kata Indriyanto saat dikonfirmasi Suara Pembaruan, Kamis (12/9/19).
Prof Dr Indriyanto Seno Adji mengatakan, sejak tahapan seleksi uji kompetensi, baik objective test dan pembuatan makalah, psikotes, pemeriksaan, profile assessment, tes kesehatan dan wawancara atau uji publik, Firli memiliki basis levelitas dengan konsistensi terbaik. Bahkan dapat dikatakan, Firli berada pada posisi terbaik yang dapat dipertanggungjawabkan sejak awal dengan 386 Capim sampai dengan 10 nama Capim.
“Dan ini sudah menjadi keputusan bulat Pansel,” katanya.
‘Cross examination’
Indriyanto yang juga mantan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK menyatakan selama seleksi Pansel sudah melakukan pemeriksaan silang atau cross examination terhadap hasil rekam jejak seluruh Capim, baik dari BIN, BNPT, BNN, PPATK, Polri, Kejaksaan, bahkan dari KPK, termasuk terhadap Firli.
Khusus KPK, kata Indriyanto, hasil rekam jejak yang diserahkan langsung oleh Deputi PIPM KPK telah dilakukan uji silang dengan rekam jejak dari lembaga-lembaga lainnya tersebut. Selain itu, Indriyanto menyatakan, selama proses seleksi Pansel tidak pernah menemukan dokumen resmi keputusan Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK yang memutuskan secara definitif pelanggaran berat etik terhadap Firli dari data yang disampaikan KPK.
“Pansel tidak menemukan sama sekali wujud Keputusan DPP formil yang memutuskan secara definitif adanya pelanggaran berat etik dari saudara FB (Firli Bahuri),” tegasnya.
Saat seleksi tahap wawancara dan uji publik di Kementerian Sekretariat Negara beberapa waktu lalu, Firli di hadapan Pansel telah mengklarifikasi dan menjelaskan tidak adanya keputusan dari DPP. Pansel juga secara eksploratif telah mendalami masukan-masukan dari KPK atau masyarakat sipil tersebut yang juga tidak menemukan kuputusan formal DPP atas pelanggaran etik Firli.
“Kecuali pernyataan-pernyataan, rumusan-rumusan dan ucapan-ucapan obscuur yang dapat menciptakan stigma dan labelisasi negatif kepada Capim,” katanya.
Menurutnya, pernyataan dan ucapan yang dikemas serta tersebar di ruang publik. Hal ini ini, kata Indriyanto dapat menciptakan misleading statement dan character assassination yang merugikan harkat martabat Firli sebagai Capim KPK.
“Apalagi bila pernyataan ini justru untuk menciptakan labelisasi stigma negatif dari tujuan eliminasi tahapan fit and proper test Capim di DPR,” kata Indriyanto.
Terlepas pro kontra dan suka tidak suka, Indriyanto meminta semua pihak yang terkait kepentingannya dengan fit and proper test Capim KPK untuk bersikap bijak dan tidak berprasangka. Apalagi hingga menebar kezoliman dan kebencian yang berdampak pada disharmonisasi kelembagaan penegak hukum.
“Bahkan Pernyataan KPK ini juga tidak diketahui oleh Pimpinan KPK lainnya,” katanya.
Indriyanto menekankan, Pansel tidak menemukan catatan negatif maupun pelanggaran etik dari lembaga negara pemberi rekam jejak, kecuali subyektifitas pihak tertentu dari KPK yang premateur dan tidak pernah terbukti melalui Keputusan DPP. Untuk itu, ketimbang melontarkan pernyataan-pernyataan yang menyesatkan dengan stigma yang merusak demokrasi dan melanggar tataran hukum, Indriyanto meminta semua pihak menghormati proses fit and proper test Capim KPK yang kini berjalan di DPR.
“Semua pihak sebaiknya mempercayakan semua mekanisme fit and proper test kepada DPR bagi siapapun Capim yang terpilih,” harapnya.
Firli merasa tersudutkan
Irjen Pol Firli Bahuri, salah satu calon pimpinan KPK merasa tersudutkan dengan konferensi pers yang telah dilakukan oleh Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, Rabu kemarin (11/9/19) sore. Ia menyatakan dengan tegas, pelanggaran yang dituduhkan kepadanya sangatlah tidak benar.
“Saya heran kenapa baru sekarang ribut. Saat klarifikasi di lima pimpinan tidak ada satupun yang menyatakan pelanggaran dan klarifikasi tanggal 19 Maret 2019 kenapa tidak disampaikan,” ungkap Firli dalam keterangannya Kamis (12/9/19).
Mantan Deputi Penindakan KPK ini menerangkan, pelanggaran etik berat yang ditujukan para bekas pimpinannya di Lembaga antirasuah itu kepada dirinya sangat tidak beralasan. Pasalnya, pimpinan hanya memberikan nasehat dan peringatan kepada dirinya karena dengan tidak sengaja bertemu dengan TGB yang saat itu sedang berperkara di KPK.
“Sekali lagi saya jelaskan bahwa saya tidak mengadakan hubungan dengan TGB, tetapi kebetulan bertemu karena saya diundang oleh Dandrem untuk bermain tenis pada 13 Mei 2018. Dari pertemuan itu, tidak ada satupun pembicaraan terkait perkara TGB. Apa yang salah dengan saya? TGB bukan tersangka” jelas Firli.
Sayangkan pelaksanaan Konpers
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa TGB berperkara dengan KPK terkait divestasi Newmont oleh PT DMB yang merupakan BUMD provinsi Nusa Tenggara Barat dengan PT Multicapital. TGB diduga menerima gratifikasi dan korupsi atas penjualan saham oleh PT DMB dan PT Multicapital kepada PT AMI.
Namun hingga saat ini, status TGB Zainul Majdi bukan tersangka dan KPK masih terus menyelidiki kasus yang menimpa mantan Gubernur NTB tersebut.
Firli menyayangkan para pimpinan KPK melakukan konferensi pers (Konpers) terkait berita bohong dimaba seakan ingin menjelekkan namanya di depan masyarakat dan DPR yang saat ini tengah menggodok 10 nama calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pilihan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK.
Semua hal terkait aktivitasnya saat menjabat sebagai Deputi Penindakan telah diutarakan kepada Pansel Capim KPK dan sudah pula disampaikan pada uji publik yang telah dilakukan beberapa hari lalu.
“Saya tidak ingin terus dikatakan saya melanggar kode etik. Intinya semua sudah diklarifikasi dan saya mengatakan kepada pansel Jika saya memang tidak memenuhi syarat maka jangan diluluskan. Sekarang saya serahkan semuanya ke DPR,” tutup jenderal bintang dua ini.
Lima Capim KPK
Uji kepatutan dan kelayakan Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kali ini dilakukan terhadap lima orang, masing-masing Alexander Marwata (Komisioner KPK), Firli Bahuri (Anggota Polri), Johanis Tanak (Jaksa), Luthfi Jayadi Kurnaiwan (Dosen) dan Roby Arya Brata (PNS Sekretariat Kabinet).
Pada kesempatan pertama, calon petahana Alexander Marwata mendapat giliran menjelaskan makalahnya. Dalam pemberian paparannya, Alexander Marwata menegaskan, jika kembali terpilih menjadi pimpinan KPK dirinya akan fokus membenahi manajemen di internal KPK.
Sebelumnya, pada Rabu (11/9/19) Komisi III DPR RI telah melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap lima Capim KPK. Masing-masing terhadap Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Sigit Danang Joyo, Nurul Ghufron dan I Nyoman Wara.
Kaget ada Konpers
Dalam uji kepatutan dan kelayakan hari kedua ini, Anggota DPR Komisi III Masinton Pasaribu mempertanyakan konferensi pers (Konpers) yang dilakukan KPK terkait pelanggaran etik berat Anggota Polri, Firli Bahuri, pada hari Rabu (12/9/19), di Kantor KPK, Jakarta.
Menjawab pertanyaan tersebut, Capim KPK Alexander Marwata menegaskan, dirinya sendiri mengaku cukup kaget mendengar adanya konferensi pers yang digelar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Dewan Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari itu.
“Setiap kali Jubir mau melakukan Konpres, misalnya pemumuman tersangka, kami tahu subtansinya apa. Hanya kemarin saya sendiri yang agak kaget ada press conference seperti itu,” kata Alexander Marwata.
Dalam kesempatan itu, Alexander Marwata juga mengaku belum sempat mengecek informasi terkait konferensi pers pelanggaran berat Firli yang ada di grup Whatsapp Humas KPK. “Saya memang gak setiap saat mengecek WA. memang kami punya grup Humas pimpinan, apakah itu sudah diupload, saya tidak mengecek itu,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK menyatakan, mantan Deputi Penindakan Firli Bahuri terbukti melakukan dugaan pelanggaran berat. Kesimpulan itu diperoleh setelah Direktorat Pengawasan Internal KPK merampungkan pemeriksaan yang dilakukan sejak 21 September 2018.
“Perlu kami sampaikan, hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers, di Kantornya, Jakarta, Rabu (11/9/19) kemarin.
Sedangkan Dewan Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari menjelaskan, sejumlah temuan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli. Pertama, pertemuan dengan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang yang dilakukan sebanyak dua kali. Padahal, KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016.
Pertemuan itu terjadi pada 12 Mei 2018 dalam acara Harlah GP Ansor ke-84 dan launching penanaman jagung 100.000 hektare di Bonder Lombok Tengah. Tsani mengatakan, Firli berangkat tanpa surat tugas dan menggunakan uang pribadi.
Pelanggaran etik selanjutnya ialah ketika Firli bertemu pejabat BPK Bahrullah Akbar di Gedung KPK. Saat itu, Bahrullah akan menjalani pemeriksaan dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo perihal kasus suap dana perimbangan. Tsani mengungkapkan, Firli didampingi Kabag Pengamanan menjemput langsung Bahrullah di lobi Gedung KPK.
Konpers tidak sah
Namun demikian, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dalam uji kepatutan dan kelayakan yang digelar Kamis (12/9/19) menyatakan konferensi pers yang dilakukan KPK terkait pelanggaran etik berat Anggota Polri, Firli Bahuri tidak sah, karena tidak diketahui seluruh pimpinan KPK, termasuk dirinya.
“Konferensi pers kemarin tidak sah,” tegas Alexander Marwata di hadapan anggota DPR Komisi III.
Alexander menyatakan, Firli Bahuri diberhentikan dengan hormat dari posisi Deputi Penindakan. Seluruh pimpinan KPK sendiri sudah mengklarifikasi dengan Firli terkait dengan pertemuan dengan TGB.
“Saat itu kami berlima menyatakan kita memberikan peringatan saja, tetapi belum sampai surat peringatan itu keluar, yang bersangkutan sudah ditarik ke Polri,” ujar Akexander Marwata. Demikian Suara Pembaruan. (B-SP/BS/jr)