Beijing, 29/6/20 (SOLUSSInews.com) – Pada hari Minggu (28/6/20) waktu setempat, China National Biotec Group mengatakan, hasil uji klinis calon vaksin corona (Covid-19) pada manusia menunjukkan hasil menggembirakan. Kandidat vaksin kedua dari perusahaan ini dinilai aman dan efektif.
China National Biotec Group (CNBG) dalam sebuah posting di platform media sosial WeChat menyebutkan, upaya eksperimen yang dikembangkan unit mereka berbasis di Beijing itu, menghasilkan antibodi tingkat tinggi pada semua peserta dalam uji klinis fase 1/2. Dari data awal percobaan, uji klinis ini disuntikkan pada 1.120 orang sehat, tanpa mengungkapkan data spesifik.
Perusahaan dan peneliti Tiongkok diizinkan menguji delapan kandidat vaksin pada manusia di negaranya dan di luar negeri. Hal ini membuat Tiongkok menjadi terdepan dalam pengembangan usaha melawan virus yang telah menewaskan 500.000 orang di seluruh dunia.
CNBG yang berafiliasi dengan perusahaan milik negara China National Pharmaceutical Group (Sinopharm) awal bulan ini mengatakan, berdasarkan hasil awal, kandidat vaksin lain yang diproduksi unit berbasis di Wuhan juga memicu antibodi tingkat tinggi dengan aman pada peserta uji klinis.
Vaksin harus membuktikan keefektifannya dalam uji coba manusia Fase 3 di mana ribuan peserta direkrut agar vaksin benar-benar aman dijual.
CNBG pada Selasa (23/6/20) mengatakan, pihaknya akan menjalankan kandidat vaksin Fase 3 di Uni Emirat Arab (UEA), tanpa merinci spesifikasi eksperimen yang akan diuji.
Virus corona (Covid-19) kini telah menewaskan lebih 500.000 orang di seluruh dunia menyusul jumlah infeksi yang dikonfirmasi melampaui 10 juta, menurut data Universitas Johns Hopkins.
Dilansir CNBC Senin (29/6/20), Amerika Serikat (AS) menyumbang lebih 20 persen dari total kematian yang dilaporkan akibat Covid-19, atau paling banyak di dunia. Diikuti Brasil, Inggris, Italia, dan Prancis. Demikian Reuters.
Total terinfeksi meningkat
Sebagaimana dilaporkan dari Jenewa, virus corona (Covid-19) telah menewaskan lebih 500.000 orang di seluruh dunia menyusul infeksi yang dikonfirmasi melampaui 10 juta, menurut data Universitas Johns Hopkins.
Seperti dilansir CNBC Senin (29/6/20), Amerika Serikat (AS) menyumbang lebih 20 persen dari total kematian yang dilaporkan akibat Covid-19, atau paling banyak di dunia. Diikuti Brasil, Inggris, Italia, dan Prancis. Namun perbandingan angka kematian masing-masing negara sulit dilakukan, karena perbedaan metode pelaporan.
Awal bulan ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan pandemi ini meningkat di tingkat global. WHO menyebut wabah telah memasuki “fase baru dan berbahaya.”
“Banyak orang yang merasa bosan tinggal di rumah. Dapat dipahami bahwa negara-negara sangat ingin membuka ekonomi dan aktivitas masyarakatnya. Tapi virus masih cepat menyebar. Masih mematikan, dan kebanyakan orang masih rentan,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus pada 19 Juni.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh WHO, pada 8 Juni korban jiwa akibat Covid-19 melampaui 400.000. Padahal pada 16 Mei korban tewas akibat virus ini sekitar 300.000
Hingga kini, Administrasi Makanan dan Obat Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) belum menyetujui obat mujarab untuk menyembuhkan Covid-19. Namun para peneliti telah menemukan sejumlah kemajuan guna mempercepat pemulihan pasien Covid-19 yakni penggunaan remdesivir yang diproduksi Gilead.
Awal bulan ini, para peneliti menemukan, obat deksametason, steroid murah dan tersedia luas, dapat mengurangi risiko kematian sepertiga pada pasien Covid-19 menggunakan ventilator, seperlima bagi mereka yang menggunakan oksigen tambahan.
Disebut WHO, ada 16 kandidat vaksin yang saat ini dalam uji klinis. Kepala ilmuwan WHO Dr. Soumya Swaminathan pada briefing virtual Jumat mengatakan bahwa vaksin potensial tengah dikembangkan AstraZeneca dengan para peneliti dari Universitas Oxford, Inggris. Selain itu, calon perusahaan biotek AS, Moderna juga tengah mengembangkan vaksin potensial.
WHO pada Jumat juga meminta US$.27,9 miliar pendanaan tambahan selama 12 bulan ke depan menuju ACT Accelerator, kemitraan publik-swasta yang mencakup alat riset WHO guna memerangi Covid-19. Pendanaan itu kata WHO, akan membantu mempercepat pengembangan obat dan vaksin, mencegah infeksi lebih lanjut, kematian dan gangguan ekonomi.
Direktur Eksekutif Program Kedaruratan WHO, Mike Ryan pekan lalu mengatakan virus ini masih menyebar dengan cepat di banyak negara benua Amerika. “Sayangnya, pandemi bagi banyak negara di Amerika belum memuncak,” katanya. Demikian CNBC. (S-Rtr/CNBC/jr)