Nevada, 14/10/20 (SOLUSSInews.com) – Info terkini menyebutkan, seorang pria berusia 25 tahun asal Nevada menjadi warga Amerika Serikat pertama yang tertular virus corona dua kali. Ini merupakan kasus kelima yang dilaporkan di seluruh dunia.
Sebuah penelitian di jurnal Penyakit Menular Lancet menunjukkan, pasien itu mengalami gejala sakit lebih parah saat infeksi kedua dibandingkan pertama. Penduduk Washoe County yang tidak memiliki kelainan kekebalan itu memerlukan perawatan di rumah sakit saat dites positif Covid-19 untuk kedua kalinya.
Namun saat ini dia telah pulih.
Akan tetapi kasus tersebut menimbulkan pertanyaan soal prospek mengembangkan kekebalan tubuh terhadap virus corona.
Hingga saat ini, lebih dari 37,8 juta orang telah tertular Covid-19 di seluruh dunia, dengan 1,08 juta kematian, menurut data Universitas Johns Hopkins.
Kepala Program Kedaruratan Kesehatan WHO, dr Mike Ryan awal bulan ini memperkirakan, sekitar satu dari 10 orang di dunia mungkin telah terinfeksi virus corona, lebih tinggi daripada jumlah kasus yang dikonfirmasi.
Apa yang Terjadi pada Pria 25 tahun?
Pada 25 Maret, jurnal medis dalam sebuah penelitian mengatakan, seorang pria berusia 25 tahun di daerah terpadat kedua di Nevada AS mengalami gejala Covid-19 seperti sakit tenggorokan, batuk, sakit kepala, mual dan diare.
Merespons hal itu, pria tersebut melakukan tes Covid-19 pada 18 April dan dinyatakan positif untuk pertama kalinya. Gejala Covid-19 sembuh total selama isolasi pada 27 April. Dia kembali merasa sehat dan dinyatakan negatif virus corona pada dua kesempatan terpisah, yakni 9 Mei dan 26 Mei.
Namun pria itu kembali mengalami gejala Covid-19 mulai 28 Mei, seperti demam, sakit kepala, pusing, batuk, mual, dan diare. Pada 5 Juni, 48 hari setelah tes positif awal, pasien tertular virus untuk kedua kalinya. Kondisinya ditemukan gejala lebih parah dari yang pertama. Dia membutuhkan perawatan di rumah sakit karena mengalami sesak napas. Namun akhirnya pulih dan telah keluar dari rumah sakit.
Para ilmuwan mengatakan, pasien yang tertular virus corona dua kali, bukan karena infeksi pertama memantul kembali setelah tidak aktif. Hal ini karena kode genetik menunjukkan perbedaan signifikan antara varian virus dengan setiap kejadian infeksi.
“Temuan ini memberi kesan bahwa pasien terinfeksi SARS-CoV-2 pada dua kesempatan terpisah disebabkan oleh virus yang berbeda secara genetik. Jadi, paparan SARS-CoV-2 sebelumnya mungkin tidak menjamin kekebalan total dalam semua kasus,” kata penulis studi tersebut.
“Semua orang, baik sebelumnya didiagnosis Covid-19 atau tidak, harus mengambil tindakan pencegahan yang sama untuk menghindari infeksi SARS-CoV-2,” katanya.
Untuk melindungi diri, WHO merekomendasikan menjaga jarak fisik minimal satu meter, memakai masker, menghindari keramaian, menjaga ruangan berventilasi baik dan membersihkan tangan secara menyeluruh.
The Lancet mengatakan pasien telah memberikan persetujuan tertulis untuk dipublikasikan melalui laporan tersebut.
Laporan infeksi virus corona berulang di Hong Kong, Belanda dan Belgia mengatakan, pasien tidak mengalami gejala lebih serius dari yang pertama. Namun satu kasus di Ekuador mencerminkan gejala lebih parah, tetapi tidak memerlukan perawatan rumah sakit. Demikian CNBC.
Uji coba antibodi dihentikan
Sementara itu, dari Indiana, diterima laporan, regulator kesehatan Amerika Serikat (AS) menghentikan sementara uji coba tahap akhir pengobatan antibodi monoklonal virus corona, perusahaan farmasi Eli Lilly karena masalah keamanan. Hal ini dikonfirmasi perusahaan kepada CNBC pada Selasa (13/10/20).
“Keamanan adalah hal terpenting bagi Lilly. Kami menyadari bahwa karena unsur kehati-hatian, dewan pemantauan keamanan data independen (Data Safety Monitoring Board/DSMB) telah merekomendasikan menghentikan sementara,” kata juru bicara Eli Lilly, Molly McCully mengatakan kepada CNBC.
“Lilly mendukung keputusan DSMB untuk memastikan keselamatan pasien yang berpartisipasi dalam penelitian ini.”
Akibat kejadian ini, saham Eli Lilly ditutup turun 2,9 persen.
Berita itu muncul kurang dari 24 jam setelah Johnson & Johnson mengonfirmasi, uji coba tahap akhir vaksin corona juga terpaksa dihentikan sementara setelah muncul penyakit yang tidak bisa dijelaskan pada peserta studi.
Global Head Research and Development Eli Lily, Dr Mathai Mammen kepada investor dalam conference call, Selasa lalu mengatakan, perusahaan belum mendapat informasi banyak soal alasan regulator AS menghentikan sementara uji coba, termasuk apakah terjadi sesuatu pada pasien yang menerima vaksin atau plasebo. “Informasi awal telah dikirim ke dewan pemantauan keamanan data untuk ditinjau,” tambahnya.
Para ahli medis mencatat penghentian sementara uji klinis besar bisa saja terjadi. Pemicunya muncul dampak buruk dari penyakit yang tidak terkait, dan bukan berasal dari obat tersebut. Tinjauan data dan dewan pemantauan keamanan akan membantu menentukan hal itu.
Uji coba ACTIV-3 dirancang untuk melihat antibodi monoklonal yang dikembangkan Eli Lilly. Hal ini dikombinasikan dengan remdesivir dari Gilead Sciences, obat antivirus yang telah disetujui penggunaannya dalam kondisi darurat.
Kegiatan ini meuoakan salah satu dari beberapa uji coba berkelanjutan sebagai bagian program “Activ” Institut Kesehatan Nasional, yang dirancang mempercepat pengembangan vaksin dan perawatan Covid-19. Hal itu juga didukung Operation Warp Speed, upaya administrasi Trump memproduksi dan mendistribusikan vaksin untuk melawan Covid-19.
Obat Eli Lilly merupakan bagian dari perawatan pasien Covid-19 yang dikenal sebagai antibodi monoklonal. Obat ini menjadi sel kekebalan yang diharapkan dapat melawan virus. Perawatan dikembangkan menggunakan sampel darah dari salah satu pasien AS pertama yang sembuh dari Covid-19. AstraZeneca dan Regeneron, merupakan perusahaan lain yang juga mengembangkan perawatan antibodi.
Perawatan antibodi monoklonal menjadi berita utama bulan ini setelah tersiar kabar, Presiden AS Donald Trump menerima antibodi dari Regeneron. Saat kesehatan Trump membaik, dia menyebutnya sebagai “obat”. Namun CEO Regeneron, Leonard Schleifer, menekankan, diperlukan lebih banyak pengujian.
Trump sebelumnya memuji perawatan Eli Lilly dan lainnya. “Kami memiliki obat-obatan ini, Eli Lilly dan lainnya yang sangat baik,” kata Donald Trump ketika dinyatakan positif Covid-19. (S-CNBC/BS/jr)