Jakarta, 25/3/24 (SOLUSSInews.com) – Kebijakan Menteri Perdagangan RI membatasi barang bawaan WNI dari luar negeri dan jasa titip mendapat kecaman berbagai pihak di masyarakat, karena berefek antara lain menyiksa warga kita di negeri sendiri.
Misalnya pihak Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menilai aturan soal pembatasan jumlah barang impor bawaan penumpang dari luar negeri, termasuk jasa titip (Jastip) tak memberi dampak positif signifikan bagi industri ritel Tanah Air. Aturan yang tertuang dalam Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dinilai justru akan merugikan wisatawan.
Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja mewakili pengusaha ritel Indonesia menyampaikan, sejatinya, aturan pembatasan barang penumpang pesawat ini berupaya positif, yakni menekan barang impor menggerus pasar Indonesia. Faktanya, Permendag 36/2023 justru mengancam sektor dari industri lainnya.
“Saya kira kita harus amati lebih dalam. Di satu sisi, memang tujuan pembatasan batang impor penumpang pesawat baik agar melindungi industri ritel di Indonesia. Namun, pembatasan barang penumpang di pesawat justru membuat lesu wisatawan,” ujar Alphonzus pada Minggu (24/2/23) kemarin.
Hanya menutup satu lubang kecil
Pasalnya, kata dia, barang Jastip impor ini sebagian besar masuk ke Indonesia melalui akses lain selain penumpang pesawat. Untuk itu, Alphonzus memandang, aturan pembatasan barang bawaan dari luar negeri ini bagaikan hanya menutup satu lubang kecil dan mengabaikan lubang besar lainnya terbuka.
“Saya kira juga banyak akses lain yang juga harus ditangani oleh pemerintah, karena dari sisi akses masuk, barang Jastip ini bukan hanya dari barang bawaan penumpang. Saya kira justru barang bawaan penumpang itu relatif lebih kecil dibandingkan dengan akses masuk lainnya,” ungkapnya.
Merepotkan wisatawan
Disebut Alphonzus, aturan baru pemerintah yang sebelumnya direncanakan berlaku mulai 10 Maret 2024 lalu itu justru akan merepotkan wisatawan yang datang dari luar negeri ke Indonesia, sehingga berpotensi menahan perjalanan masuknya wisatawan baik dalam dan luar negeri.
“(Permendag 36/2024) tidak akan selalu signifikan mengatasi Jastip, tetapi akan berdampak cukup besar untuk merepotkan masyarakat yang memang murni tujuannya ke luar negeri untuk wisata dan aktivitas lain di luar kegiatan Jastip,” jelasnya.
Harus dikaji ulang
Oleh karena itu, Alphonzus menyarankan pemerintah agar mengkaji ulang aturan soal pembatasan barang bawaan melalui penumpang pesawat ini secara lebih bijak dan mendalam.
“Jangan sampai tujuan untuk mengurangi atau membatasi Jastip berdampak terhadap sektor lainnya. Jangan sampai sudah pembatasan ini tidak akan menyelesaikan 100 persen masalah impor, tetapi malah berdampak pada sektor lain. Jadi saya kira itu yang harus dikaji lebih dalam lagi,” demikian Alphonzus Widjaja.
Menyiksa WNI di negeri sendiri
Sementara itu, sejumlah pelaku perjalanan ke luar negeri menilai, aturan ini hanya bertujuan menyiksa WNI di negeri sendiri, juga bisa ada ancaman balasan dari pihak negara lain yang justru berdampak pada industri ritel kita.
“Sudah terlanjur beredar info, penumpang yang ke luar negeri harus dibuat repot melaporkan atau mendaftarkan semua barang bawaannya. Dan sekembalinya di tanah air diperiksa ketat lagi, agar barang bawaannya tidak berbeda yang dibawa ke luar negeri. Ini khan bisa menambah antrean panjang orang dengan waktu pemeriksaan yang lebih lama,” kata Merry Julita, 53, salah satu pelaku perjalanan wisata.
Dia menunjuk contoh, jika ada penumpang membawa oleh-oleh sepatu untuk tiga anaknya, dua orang tuanya, apa tidak boleh? Sebab, aturannya dibatasi cukup dua item. “Begitu pula jika ada famili atau kenalan di luar negeri memberi tas-tas bekasnya untuk saya dan anak-anak yang jumlahnya lebih dari yang diatur Permendag, apakah harus dibuang di ‘airport’? Ya, pokoknya aturan ini nda’ jelas, hanya melindungi satu kepentingan, dan menyiksa banyak pelaku perjalanan,” sergahnya.
Selain itu, dia mengkhawatirkan aturan ini bisa dibalas dengan yang lebih keras lagi oleh pihak negara lain. Dan ini pastinya mengancam industri ritel termasuk UMKM kita.
“Karena itu saya setuju aturan ini direvisi dan tidak dijalankan,” tegas Merry Julita. (S-BS/jr) — foto ilustrasi istimewa